SHALAT SUNAT RAWATIB
Dalam persoalan ini, pendapat yang rajih ialah pernyataan yang
disampaikan oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin [15], yaitu duabelas raka'at
dengan perincian dua raka'at sebelum Subuh, empat raka'at sebelum
Zhuhur, dua raka'at setelah Zhuhur, dua raka'at setelah Maghrib, dan
dua raka'at setelah 'Isya`, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ummu
Habîbah, juga dikuatkan dengan hadits 'Aisyah yang berbunyi:
“Sesungguhnya dahulu, Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur” [16]
Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu 'Umar radhiallahu' anhu
yang menerangkan bahwa beliau radhiallahu' anhu hafal dari Nabi sepuluh
raka'at. Mengenai hal ini, Ibnul-Qayyim memiliki penjelasan: "Dahulu,
Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam selalu menjaga sepuluh raka'at pada
waktu muqim. Inilah yang disampaikan Ibnu 'Umar . . . , dan beliau
shollallahu 'alaihi wa sallam terkadang shalat empat raka'at sebelum
Zhuhur, sebagaimana dijelaskan dalam Shahîhain dari 'Aisyah bahwa
beliau shollallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat
raka'at sebelum Zhuhur. Sehingga bisa dikatakan bahwasanya bila Nabi
shollallahu 'alaihi wa sallam shalat di rumah, maka beliau shollallahu
'alaihi wa sallam shalat empat raka'at. Dan bila shalat di masjid, maka
shalat dua raka'at. Demikianlah yang lebih rajih. Bisa juga dikatakan
bahwa beliau shollallahu 'alaihi wa sallam pernah berbuat demikian dan
berbuat begitu, kemudian 'Aisyah dan Ibnu 'Umar masing-masing
menyampaikan apa yang dilihatnya". [17]
Adapun Syaikh 'Abdullah bin Abdur-Rahman al-Bassâm melakukan kompromi
terhadap hadits-hadits ini. Beliau mengatakan: "Pernyataan 'empat
raka'at sebelum Zhuhur', tidak bertentangan dengan hadits Ibnu 'Umar
yang terdapat pernyataan 'dua raka'at sebelum Zhuhur'. Letak
komprominya, terkadang beliau shollallahu 'alaihi wa sallam shalat dua
raka'at dan terkadang empat. Kemudian masing-masing dari mereka berdua
(Ibnu 'Umar dan 'Aisyah), masing-masing menceritakan salah satu dari
kedua amalan tersebut. Fenomena semacam ini terjadi juga pada banyak
ibadah dan dzikir-dzikir sunnah."[18]
FAIDAH SHALAT SUNNAH RAWÂTIB
Sebagaimana telah diuraikan pada awal uraian ini, shalat sunnah Rawâtib
ini didefinisikan dengan shalat yang terus dilakukan secara kontinyu
mendampingi shalat fardhu. Demikian Syaikh Muhammad bin Shalih
al-'Utsaimin memberikan definisinya, sehingga berkaitan dengan faidah
shalat sunnah Rawatib ini, beliau memberikan penjelasan: "Faidah
Rawatib ini, ialah menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada
shalat fardhu".[19]
Sedangkan Syaikh 'Abdullah al-Basâm mengatakan dalam Ta-udhihul-Ahkam
(2/383-384) bahwa shalat sunnah Rawâtib memiliki manfaat yang agung dan
keuntungan yang besar. Yaitu berupa tambahan kebaikan, menghapus
kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat
fardhu. Sehingga Syaikh al-Basâm mengingatkan, menjadi keharusan bagi
kita untuk memperhatikan dan menjaga kesinambungannya.
disampaikan oleh Syaikh Ibnu 'Utsaimin [15], yaitu duabelas raka'at
dengan perincian dua raka'at sebelum Subuh, empat raka'at sebelum
Zhuhur, dua raka'at setelah Zhuhur, dua raka'at setelah Maghrib, dan
dua raka'at setelah 'Isya`, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ummu
Habîbah, juga dikuatkan dengan hadits 'Aisyah yang berbunyi:
“Sesungguhnya dahulu, Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat rakaat sebelum Zhuhur” [16]
Hadits ini tidak bertentangan dengan hadits Ibnu 'Umar radhiallahu' anhu
yang menerangkan bahwa beliau radhiallahu' anhu hafal dari Nabi sepuluh
raka'at. Mengenai hal ini, Ibnul-Qayyim memiliki penjelasan: "Dahulu,
Nabi shollallahu 'alaihi wa sallam selalu menjaga sepuluh raka'at pada
waktu muqim. Inilah yang disampaikan Ibnu 'Umar . . . , dan beliau
shollallahu 'alaihi wa sallam terkadang shalat empat raka'at sebelum
Zhuhur, sebagaimana dijelaskan dalam Shahîhain dari 'Aisyah bahwa
beliau shollallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkan empat
raka'at sebelum Zhuhur. Sehingga bisa dikatakan bahwasanya bila Nabi
shollallahu 'alaihi wa sallam shalat di rumah, maka beliau shollallahu
'alaihi wa sallam shalat empat raka'at. Dan bila shalat di masjid, maka
shalat dua raka'at. Demikianlah yang lebih rajih. Bisa juga dikatakan
bahwa beliau shollallahu 'alaihi wa sallam pernah berbuat demikian dan
berbuat begitu, kemudian 'Aisyah dan Ibnu 'Umar masing-masing
menyampaikan apa yang dilihatnya". [17]
Adapun Syaikh 'Abdullah bin Abdur-Rahman al-Bassâm melakukan kompromi
terhadap hadits-hadits ini. Beliau mengatakan: "Pernyataan 'empat
raka'at sebelum Zhuhur', tidak bertentangan dengan hadits Ibnu 'Umar
yang terdapat pernyataan 'dua raka'at sebelum Zhuhur'. Letak
komprominya, terkadang beliau shollallahu 'alaihi wa sallam shalat dua
raka'at dan terkadang empat. Kemudian masing-masing dari mereka berdua
(Ibnu 'Umar dan 'Aisyah), masing-masing menceritakan salah satu dari
kedua amalan tersebut. Fenomena semacam ini terjadi juga pada banyak
ibadah dan dzikir-dzikir sunnah."[18]
FAIDAH SHALAT SUNNAH RAWÂTIB
Sebagaimana telah diuraikan pada awal uraian ini, shalat sunnah Rawâtib
ini didefinisikan dengan shalat yang terus dilakukan secara kontinyu
mendampingi shalat fardhu. Demikian Syaikh Muhammad bin Shalih
al-'Utsaimin memberikan definisinya, sehingga berkaitan dengan faidah
shalat sunnah Rawatib ini, beliau memberikan penjelasan: "Faidah
Rawatib ini, ialah menutupi (melengkapi) kekurangan yang terdapat pada
shalat fardhu".[19]
Sedangkan Syaikh 'Abdullah al-Basâm mengatakan dalam Ta-udhihul-Ahkam
(2/383-384) bahwa shalat sunnah Rawâtib memiliki manfaat yang agung dan
keuntungan yang besar. Yaitu berupa tambahan kebaikan, menghapus
kejelekan, meninggikan derajat, menutupi kekurangan dalam shalat
fardhu. Sehingga Syaikh al-Basâm mengingatkan, menjadi keharusan bagi
kita untuk memperhatikan dan menjaga kesinambungannya.
No comments:
Post a Comment