Emosi sesungguhnya adalah fungsi kecerdasan kedua, dan EQ (kecerdasan emosi) adalah kemampuan untuk merasa. Secara umum, merasa itu terbagi menjadi dua, yaitu like or dislike (suka atau tidak suka). Rasa senang itu bisa berupa kagum, takjub, bangga, dan bahagia. Rasa tidak senang misalnya sedih, marah, kecewa, dan benci.
Apabila kita melihat anak kecil yatim piatu tidak makan sehari, pada saat itu emosi kita tersentuh. Nah, di saat kita merasa tersentuh itulah, kecerdasan emosi yaitu kemampuan untuk ikut merasakan, diaktifkan.
Di saat emosi tersentuh tersebut, akan muncul perasaan kasihan dan terharu. Pada saat itulah, suara hati kita melakukan bisikan dan dorongan, yaitu keinginan yang kuat untuk memberi, menolong, memelihara, dan menjaga. Keinginan dan dorongan inilah sebenarnya yang dimaksud dengan suara hati.
Jadi, suara hati selalu mengarah kepada kata kerja atau dengan kata lain mengarah kepada dorongan untuk melakukan tindakan. Sedangkan emosi adalah kemampuan untuk merasakan.
Emosi adalah radar, dan suara hati adalah dorongan untuk bergerak sesuai dengan bisikan Ilahi. Ketika kita mendengar suara hati untuk menjaga anak yatim itu sumbernya adalah Allah Sang Maha Penjaga (Al-Hafiizh), yang ada dalam hati manusia. Bisikan untuk memelihara berasal dari Yang Maha Pemelihara (Al-Muhaimin), sedangkan bisikan untuk menyayangi berasal dari Yang Maha Menyayangi (Ar-Rahmaan).
Hal ini bukan berarti sebagai wihdhatul wujud (bersatunya Allah dengan manusia) melainkan bentuk taqqarub (pendekatan diri). Karena, manusia adalah wakil Allah di muka bumi yang telah ditiupkan ruh olehNya. Karunia ruh dan amanah itulah yang merupakan tanggung jawab dan amanah yang besar bagi manusia.
dikutip dari: www.esqmagazine.com
No comments:
Post a Comment